tanahindie | Komputer dalam Catatan Harian
281
post-template-default,single,single-post,postid-281,single-format-standard,ajax_fade,page_not_loaded,,qode-title-hidden,qode-content-sidebar-responsive,qode-theme-ver-10.0,wpb-js-composer js-comp-ver-4.12,vc_responsive

Komputer dalam Catatan Harian

Mahasiswa tingkat akhir di Arsitektur Universitas Hasanuddin, Liza Utami Marzaman, menulis dalam bentuk unik. Ia menulis catatan harian tentang ingatannya bersama keluarga dan kegiatan mengamarnya yang nyaris tak lepas dari benda bernama komputer.

foto: Tanahindie

00.30 pagi, tidak ada suara lain selain bisikan pelan mesin komputer dan suara tik tik dari keyboard yang terus ditekan ke sana kemari membentuk tulisan. Itu saya sedang mengetik skripsi.

07.15 pagi, alunan pelan piano Jamie Cullum mengalir lewat speaker komputer, ditemani segelas kopi hangat dan bakpia buah tangan dari Jogja, masih sambil mengetik skripsi. Suara tik tik belum berhenti.

17.52 petang, ketika kejenuhan melanda, tangan pegal, dan mesin komputer meraung memanas, sepertinya ia butuh beristirahat. Tapi halaman facebook masih lebih menarik dan mencegah untuk beranjak. Terpaksa kuelus-elus dia seperti anjing peliharaan sambil berbisik ‘sebentar lagi ya’ seraya lanjut mengetik komen. Masih dengan tik tik.

14.30 sebelas tahun yang lalu ketika bermain di kantor ibu selepas sekolah yang hampir tiap hari terisi dengan mengumpulkan bunga dan daun-daun atau menangkap belalang di sekitar taman kantor  berganti dengan bermain kartu yang dipindah-pindahkan dengan menekan-nekan mouse. Adalah nama yang sangat aneh untuk sebuah alat semacam remote control. Tapi imajinasi masa kecil saat itu begitu saja mengonfirmasi kebenaran bentuk yang mirip tikus dengan ekor di depan itu. Ia pun berbunyi tik tik.

14.30 tiga tahun setelahnya, di ruangan yang cukup pengap dan gelap di sudut kelas yang sudah tidak digunakan karena eliminasi jurusan Bahasa Indonesia. Lima orang termasuk saya sibuk mengamati komputer. Kali ini lebih dari sekedar meng-klik shortcut bertuliskan solitaire di layarnya. Kami belajar aplikasi Windows dan Microsoft Word. Terangkap basah tangan Putra bergetar saat pertama kali harus menggerakkan kursor lewat pergerakan mouse. Saya hanya tersenyum kecil, berbangga karena solitaire telah memberi pengalaman pertama. Tetapi meski penuh canggung, suara tik tik yang bukan suara hujan itu terus berlanjut. Diiringi gelak tawa.

19.00 usai maghrib, saat komputer telah berubah menjadi perangkat yang lebih portable, bisa diangkat dan dipangku. Adalah potongan gambar saya memegang tangan ibu, membantunya menggerakkan jari di atas track pad. Kali ini tanpa mouse, tentu saja terasa lebih keren tanpa adanya gangguan kabel-kabel. Meski tanpa tik tik berarti, namun penuh decak kagum Ibu bagaimana seseorang bisa sepintar itu dan mampu menciptakan laptop. Maklumlah, waktu beliau seumur saya, layar tercanggih tentu saja masih si tuan televisi itu.

Terbayang kehidupan Ibu di masa remaja tentulah sangat mudah dan sederhana. Mungkin semudah memilih warna krayon ketika menggambar. Belum disuguhi segala dampak dari kemajuan teknologi dan arus informasi yang tidak selamanya baik, tentu saja lewat komputer dan sahabat baiknya, internet. Hidup sebagai remaja di masa saya sangat kompleks. Ibu, ibu guru, dan tante terus mewanti-wanti saya agar tiak terjerumus ke situs tertentu, agar tidak menghabiskan waktu seharian bermalas-malasan bermain game atau menonton film kartun di komputer. Kemajuan teknologi benar berbanding lurus dengan kemalasan dan, kata orang, juga obesitas. Hidup yang kompleks sebenarnya hanya dimudah-mudahkan sehingga terlihat begitu mudah. Ini operasi matematika yang gagal, tidak runut, dan cenderung memangkas proses yang menghidupkan sepertinya.

Ah, tapi selama yang jauh masih terus terhubung, tugas sekolah jadi lebih mudah dikerjakan, dan koleksi lagu-lagu bisa terus didengarkan gratis tanpa membeli kaset. Lagi pula, lengkapkah yin tanpa bersanding dengan yang? Paling tidak masih ada yang bisa bijak memanfaatkan teknologi ini. Komputer dan determinannya.

19.00 malam ini, diiringi Coldplay dan Fix You yang tentu saja didapat gratis, lima tab berjejer di taskbar: windows explorer, windows media player, firefox, microsoft word, dan mobile partner. Seiring waktu, sepertinya saya telah se-multi tasking peralatan di depan saya ini. Masikah saya, saya? Ataukah perpanjangan dari komputer meski tanpa kabel dan colokan USB? Ketika deadline skripsi semakin dekat, dan suara tik tik semakin cepat, banyak, dan berisik diiringi mulut yang bergumam-gumam. Telinga tertutup headset dan coldplay terus mengalun. Rupanya di luar sedang benar-benar hujan. Suara tiktiknya tentu lebih harmoni, tapi apa daya semua harus terlewat begitu saja. (Liza Utami Marzaman)

No Comments

Post A Comment