
08 Jun Pesta Komunitas Makassar 2016; Sebuah Catatan Tanahindie

Foto: Dokumentasi Tanahindie
“Cities need stories or cultural narratives about themselves”. (Charles Landry, The Art of City Making, 2006)
Sore 21 Mei 2016 hujan turun mengguyur kawasan Losari, tidak deras tetapi cukup membuat pengunjung Pesta Komunitas Makassar 2016 di anjungan Pantai Losari berteduh sejenak. Panitia dan peserta tampak sibuk membereskan dan melindungi perlengkapan mereka. Tenda-tenda sarnafil yang disediakan panitia dan dua patung Adipura menjadi tempat favorit orang-orang untuk berteduh sembari menikmati sore yang sejuk itu setelah sebelumnya suhu 34°C siang hari cukup menyengat kulit.
Musdalifah, seorang di antara ratusan pengunjung PKM 2016, memilih berteduh di bawah patung Adipura. Hujan sore itu tidak melunturkan semangatnya untuk menyaksikan rangkaian acara dan keramaian PKM 2016 hari pertama tersebut. Mahasiswa Fakultas Pertanian Unhas semester 6 ini datang sendirian ke PKM 2016 atas informasi yang didapatkannya dari seorang teman yang tergabung dalam komunitas Kelas Inspirasi. Ia mengaku senang melihat keramaian, keriangan, keragaman dan energi anak muda dalam acara yang positif seperti ini.
Komunitas yang beragam tersebut datang dengan “kekayaan” serta keunikannya masing-masing, sebutlah di antaranya seperti komunitas Celebes Cubers yang memiliki anggota bernama Fahri Reyhan yang telah mencatatkan namanya dalam buku rekor dunia untuk kategori menyelesaikan permainan rubik dengan waktu 27,9 detik dengan menggunakan kaki, meski rekornya telah pecah tahun ini. Selain partisipasi komunitas, tercatat 30 pengisi stand makanan ikut meramaikan dan memutar nilai ekonomi di acara tersebut.
Dari pandangan mata Musdalifah beberapa stand yang belum terisi sore itu menandakan persiapan acara yang belum matang.
“Proses persiapan PKM 2016 telah kami lakukan sejak bulan Februari dengan melibatkan teman-teman dari komunitas yang berbeda-beda. Sebanyak 120 komunitas mengambil peran dalam kepanitaan tersebut,” tutur Fanda.
Mendengar penjelasan Fanda tersebut tentunya panitia telah melalui proses yang menyita waktu dan berkeringat dalam mempersiapkan perhelatan ini. Apa yang terjadi dengan stand yang belum terisi pada hari pertama hanyalah masalah teknis yang bisa dimaklumi. Hari kedua (22 Mei 2016) tampak stand mulai sesak. Dan juga pastilah terjadi dinamisasi organisasi dalam upaya merajut kerjasama kepanitaan 120 orang yang berbeda latar tersebut.
Fanda, ketua PKM 2016 sekaligus ketua Komunitas Pencinta Iguana, menambahkan “tahun ini sebanyak 285 komunitas yang mendaftar untuk berpartisipasi di PKM 2016 tetapi karena keterbatasan hanya 120 komunitas yang dapat diwadahi”. Tentunya komunitas yang belum terwadahi tersebut tidak menjadi penghalang untuk ikut meramaikan acara dengan datang dan saling berkenalan, bersahabat, bertukar cerita dengan komunitas lainnya.
Sayangnya menurut pengamatan kami, terkadang kurang pekanya para pengisi stand untuk mengajak dan membangun dialog (dua arah, tidak sekadar memperkenalkan komunitas) dengan orang baru yang menghampiri stand mereka dikarenakan kesibukan dengan lingkaran terdekat. Hal ini seakan membuat garis imajiner relasi exhibitors dengan visitors yang semestinya mencair dengan simpul pertemanan orang-orang yang baru lintas komunitas, organisasi maupun institusi.
Dari pengamatan kami PKM menjadi ruang aktualisasi, tampak dari pengisi acara (tari tradisional, pertunjukan dan sebagainya) yang di-isi oleh kalangan komunitas-komunitas itu sendiri selain kehadiran mereka mengisi stand. Suatu konsep yang membuat acara menjadi milik bersama.
Data
Mayoritas komunitas tidak berbadan hukum. Dari obrolan dengan beberapa komunitas beranggapan bahwa komunitas merupakan ruang bagi sekumpulan orang yang memiliki hobi yang sama dan tidak begitu perlu membuat organisasi yang formal/berbadan hukum. Secara kuantitatif dari 51 jumlah responden, komunitas yang tidak memiliki badan hukum sebanyak 42 komunitas (82%), 8 komunitas (16%) yang berbadan hukum dan 1 komunitas tidak mengetahui (2%).
Dari 51 komunitas yang didata terkait tahun pembentukan/pendirian terdapat 2 komunitas yang terbentuk di bawah tahun 2000, 12 komunitas yang terbentuk antara tahun 2000 sampai dengan 2010 dan terdapat 37 komunitas yang terbentuk setelah tahun 2010. Tren pendirian komunitas menanjak setelah tahun 2010.
Komposisi gender dalam komunitas juga menjadi perhatian kami. Terlihat persentase yang cukup berimbang dan adakalanya persentase perempuan meningkat tajam. Ini menggambarkan gerak aktif perempuan dalam berkomunitas.
Dari pendataan 51 komunitas terdapat total jumlah anggota sebanyak 10.828 orang. Terdapat 2 komunitas yang menyumbangkan angka yang besar dalam total jumlah anggota tersebut yaitu The Maczman (5.000 orang) dan Hijabers Makassar (3.000 orang).
Terdapat 8 komunitas yang mempunyai data tidak lengkap terkait komposisi gender dalam komunitas melainkan hanya tercantum jumlah total anggotanya saja. Sehingga apabila hanya komunitas yang mempunyai data lengkap dimasukkan dalam perhitungan komposisi gender maka akan tergambar data sebagai berikut: 43 komunitas dengan total 5.305 orang, dengan komposisi laki-laki sebanyak 1.259 orang (24%) dan perempuan sebanyak 4.046 orang (76%).
“Bengkaknya” persentase perempuan dikarenakan data komunitas Hijabers Makassar. Ketika data komunitas Hijabers Makassar dikeluarkan maka tergambar data sebagai berikut: 42 komunitas dengan total jumlah anggota sebanyak 2.305 orang, dengan komposisi laki-laki sebanyak 1.259 orang (55%) dan perempuan sebanyak 1.046 orang (45%).
Terkait nilai ekonomi yang dihasilkan komunitas, dari 50 responden terdapat 30 komunitas (60%) yang menghasilkan nilai ekonomi, 18 komunitas (36%) tidak menghasilkan nilai ekonomi dan 2 komunitas (4%) menyatakan tidak tahu.
Terkait agenda rutin komunitas per tahun, terdapat 18 komunitas dengan frekuensi program rutin >20 kali per tahun, 14 komunitas berfrekuensi 1-5 kali program rutin per tahun, 10 komunitas berfrekuensi 6-10 kali per tahun dan 7 komunitas berfrekuensi 11-20 kali program rutin per tahun. Jumlah sampling komunitas sebanyak 49.
Dari sampling sebanyak 49 komunitas terkait sumber modal ekonomi program rutin yang dijalankan komunitas urutan teratas sampai terbawah sebagai berikut: iuran, usaha swadaya, perseorangan, sponsor, dan lain-lain, pemerintah dan donor.
Berikut hasil survei terkait kendala yang dihadapi komunitas (responden 43 komunitas) dari kendala teratas (mayoritas) sampai terbawah (minoritas), urutannya sebagai berikut: sponsor, ruang, izin, modal, SDM, sekretariatan, bahan baku dan pasar.
Menanti…
Lebih dua pekan PKM 2016 telah berlalu, berbagai media telah mewartakannya (Rakyatku, Merdeka, Revi.us dll) termasuk catatan reflektif dan kegelisahan oleh Syaifullah Daeng Gassing (di sini). Tanahindie dengan ini berterima kasih kepada penyelenggara dan pihak yang berpartisipasi untuk kesempatan yang diberikan dalam proses perekaman data komunitas.
Selain acara yang dari tahun ke tahun menunjukkan keramaian dan keberagaman, mungkin ada baiknya di PKM tahun depan dapat mendistribusikan keramaian serupa di ruang geografis Makassar lainnya selain zona nyaman event di sepanjang bibir pantai losari agar memberikan keadilan geografis. Ruang geografis lainnya di titik Makassar misalnya Tamalanrea (BTP), Sudiang, Antang dan lain sebagainya. Sehingga tema PKM 2016 “Kreativitas Tanpa Batas” dapat diperluas nantinya dengan “Kebahagiaan Tanpa Batas” termasuk lokasi event yang telah 2 tahun ini disponspori oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Makassar (menjadi agenda tahunan). Menurut Ibu Rini Tenri Sau (Dinas Parekraf Kota Makassar) event PKM akan disokong selama 3 tahun sampai PKM dapat mandiri nantinya. Kita menanti Pesta yang sejatinya Pesta Rakyat ini semakin menunjukkan progress yang baik ditahun depan baik dari segi substansi maupun teknis. []
No Comments