19 Nov Bertin Eksplorasi Pisang di Sorowako
Mungkin yang kita tahu, Sorowako, kota kecil di ujung timur Sulawesi Selatan, selama ini identik nikel, materi tambang yang kelak habis. Bagaimana kehidupan manusia-manusia di Sorowako yang selama ini berkecimpung di luar tambang PT Inco? Ini salah seorang dari mereka.
Usaha keripik pisang Bertin Bu’tu Allo punya perjalanan yang mengejutkan. Tahun 2001 dimulai dari pengolahan rumahan, ditawarkan ke kawan-kawan dekat dengan gratis, kemudian menjelma menjadi cemilan paling favorit di Sorowako. Dan sekarang beromset Rp60 juta setiap bulan.
Pada suatu ketika, Bertin mengamati petani mengangkut pisang di Pasar Magani dan di desa-desa sekitaran Sorowako. Ada puluhan tandang, dan beberapa hari kemudian di pasar dijual dengan harga murah ketika kulitnya sudah mulai menghitam. Dia resah. “Harganya sangat rendah,” katanya.
Menurut Bertin, itu bisa membuat petani dan pedagang bisa rugi. Pisang adalah makanan yang tidak tahan lama. Dan dia ingin pisang bisa dikonsumsi lama, bukan hanya untuk kolak dan pisang ijo. Hoplah! Maka rencana buat keripik pun berjalan.
Bertin lahir sebagai seorang anak petani. Dia tahu cara memperlakukan pisang. Tapi sekadar membuat keripik itu sudah biasa. Dengan pengetahuan seadanya dia memberanikan diri mengolah resep sendiri, mencampur beberapa bahan dan menakar-nakarnya. Dimulai dengan menelpon kawan-kawan dekatnya. “Ada tiga atau empat orang menyenanginya. Dia ingin membeli. Saya kira di situlah awalnya,” ujarnya.
Pada 2003, permintaan mulai bertambah. Produksi yang dilakukan di rumahnya sendiri sudah tak bisa diandalkan. Aturan perusahaan PT Inco, tempat suaminya bekerja, tidak membolehkan seseorang berdagang di area kompleks perumahan. Dengan modal sendiri Bertin mendirikan sebuah toko kecil di Jalan Merapi Blok F, Desa Magani, Sorowako.
Sorowako adalah kota yang tumbuh dan perekonomiannya ditopang salah satu perusahaan tambang besar PT Inco. Sorowako menggeliat, seperti kota-kota tambang lainnya, ada banyak orang dan etnis yang berkumpul di tempat itu. Sorowako berada di ujung timur Sulawesi Selatan berbatasan langsung dengan Sulawesi Tengah. Untuk mengunjunginya, dari Kota Makassar, melalui jalur darat selama 12 jam dan lewat jalur udara sekitar 45 menit. Sorowako adalah kota yang kecil, seseorang bilang pada saya hanya sekitar 5 kilometer persegi. Mengelilinginya dengan sepeda motor bisa dilakukan dalam sejam saja. Alam Sorowako cantik, punya hutan, gunung, dan Danau Matano.
Bertin melihat peluang itu, karena banyaknya orang berkumpul cerita tentang keripiknya menjalar bagai virus. Orang-orang mulai menjadikannya sebagai souvenir. “Ada yang pulang kampung, ke Jawa, ke Sumatra, mereka cerita itu,” katanya.
Di Jalan Merapi, toko kecilnya itu, setiap hari selalu saja ada pengunjung, berbelanja atau hanya sekadar bertanya. Tapi Bertin merahasiakan resepnya. Menengok tempat penggorengannya saja tak boleh. Waktu saya menemuinya Oktober 2011, dia juga menolak, kendati hanya sekadar foto.
Pada 2005, Bertin melebarkan usahanya. Dia mulai memproduksi usaha abon sapi dan kambing. Juga keripik ikan teri, dengan resep rahasia. Tahun 2006, Universitas Hasanuddin dan Dinas Perdagangan dan Perindustrian Sulsel mengadakan seminar dan lomba untuk Usaha Miro Kecil dan Menengah (UMKM). Hadiahnya berhak menggunakan branding Abon Raos yang sudah terkenal di Makassar, menjadi Sari Raos. Sederhana saja, Sari Raos merupakan inti yang paling baik dari Abon Raos.
Bertin menang. Empat tahun kemudian hak paten keluar, usahanya pun sudah memiliki HAKI. Setelah kemenangan itu, peruntungannya semakin giat. Pada tahun yang sama, Kementerian UMKM Jakarta mengundangnya mengisi pameran di Gedung UMKM hingga 2009.
Di Jakarta, resep keripik ikan terinya menjadi buah bibir. Seorang pengusaha dari Jepang kepincut dan menawarnya. “Dia ingin beli resep keripik ikan teri saya Rp3 miliar,” kata Bertin.
“Saya tentu tidak mau. Saya pikir resep ini saya temukan di Indonesia. Kalau dibeli orang apalagi Negara lain, akan menjadi kekayaan mereka. Saya kira ini wujud sikap saya pada Negara,” katanya.
Saya tertegun cukup lama mendengar ucapan Bertin itu. Kenapa begitu mencintai Negara ini. “Ya karena saya lahir di sini,” jawabnya singkat.
Pada 2008, toko kecilnya di Jalan Merapi ditutup. Dia pindah ke perumahaan baru yang agak luas, di Jalan Cempaka Blok J1/7 Kompleks perumahan Villa Danau Matano, Sorowako, Luwu Timur. Di rumah itu, ada ruangan khusus untuk pengepakan, ruangan untuk penggorengan yang dia sebut dapur, dan toko kecil untuk menumpuk keripiknya.
Bertin adalah perempuan yang ramah. Dia senang membagi perasaannya ke orang lain. Dia selalu senyum. Pada 2010, kemasan keripik pisangnya mulai berubah, tidak hanya dibungkus plastik transparan, melainkan berbentuk tabung yang dibuat dari karton kaku. Bagian dalamnya menggunakan alumunium foil. Di kemasan itu juga sudah tertempel barcode.
Kini dengan tampilan itu, keripik Sari Raos telah melanglang buana. Menjelajah dari antar kabupaten hingga lintas provinsi. Bertin pun menambah beragam rasa untuk keripiknya, seperti coklat, pedas, manis, asin, vanilla, dan keju. Sementara untuk harga, kemasan dengan tabung karton Rp15 ribu dan plastik Rp10 ribu.
Dan yang paling mengesankan, kini keripik buatan Bertin mulai diminati hingga mancanegara. Salah satu perusahaan dari Dubai meminta pengirimannya sampai berkontainer. “Wah saya ditawari seperti itu, makanya mulai pelan-pelan sekarang,” katanya.
Bertin memproduksi keripik selama 16 hari. Selama masa itu, dia menghabiskan 1000 biji pisang dan untuk 10 biji pisang menghasilkan 1 kilogram keripik.
Kini dia mulai memikirkan strategi membesarkan pangsa pasarnya. Dia ingin memiliki tempat yang agak besar, dan bisa menampung banyak pekerja. “Saya itu maunya dek, mempekerjakan masyarakat setempat. Misalnya ada yang tamat sekolah, tapi belum ada kerja mungkin bisa membantu menjadi tenaga administrasi,” ujarnya.
Bukan tak mungkin hal itu terjadi, kini dia sudah membeli lahan di Angkona, Kecamatan Malili. Di tempat itu, sumber dayanya dekat, pisang, ikan, dan ternak untuk abonnya. Selain itu, di Kecamatan Burau, ada 10 KK yang telah dibina dalam pengembangan lahan perkebunan pisang. Bertin membantunya mulai pembelian pupuk hingga bibit. “Iya, ini adalah usaha rumahan, usaha rakyat. Jadi harus memberdayakan warga setempat juga,” lanjutnya.
(Eko Rusdianto, bisa dihubungi via eko.mallo@gmail.com)
daengrusle
Posted at 13:12h, 19 NovemberSentra ekonomi lokal seperti Bertin ini dibutuhkan agar ketergantungan masy Sorowako akan nickel seminimal mungkin. Skrg ini banyak demo dan keresahan muncul akibat besarnya pusaran ketergantungan Luwu kpd INCO. Kalau banyak Bertin yg muncul di wilayah wijanna Sawerigading ini maka masy akan lebih mandiri secara ekonomi.
daengrusle
Posted at 13:14h, 19 NovemberTerlupa, trimakasih banyak utk Eko yg sudah mengangkat kisah ini! Menginspirasi!
yufinats
Posted at 00:50h, 20 Novembersemoga pemuda pemudi sorowako yg lain terinspirasi kisah sukses ibu bertin. Jangan putus asa duluan kalau tidak diterima jadi karyawan pabrik nikkel temans!