13 Jan Bertukar Kabar dalam Linimas(s)a
Awal tahun 2012 Gerobak Bioskop Dewi Bulan muncul tidak seperti biasa. Pada 2 Januari 2012, Dewi Bulan hadir memutar film ‘Pearl Jam 20’. Hari ini, 14 Januari 2012, Dewi Bulan turun membawa ‘Linimas(s)a’ dan ‘Ruma Maida’. Tak ada tema khusus hari ini. Kita tetap bertemu teman-teman baru atau sahabat lama—entah saling tukar akun situs jejaring sosial maupun nomor telepon.
Dewi Bulan akan menancapkan layar lebih cepat, pukul 19.00 Wita. Soalnya Dewi Bulan akan memutar beberapa video pendahuluan seperti konser Scorpions, beberapa film pendek produksi Makassar, Linimas(s)a, dan Ruma Maida. Scorpions adalah grup musik heavymetal dari Jerman, yang pernah menjadi salah satu ikon rock di Indonesia tahun 1980-an.
Linimas(s)a, sebuah film dokumenter berdurasi 45 menit produksi ICT Watch (2011). Pemutaran internasional perdana film ini berlangsung di Manchester University, Inggris pada 4 April 2011 lalu.
Linimas(s)a menceritakan tentang kekuatan gerakan sosial yang terhimpun dari situs jejaring sosial internet seperti facebook dan twitter. Lahirnya gerakan ini dipicu oleh sejumlah peristiwa penting yang terjadi di Indonesia. Dimulai dari kasus kejanggalan hukum Prita Mulya Sari sampai gerakan kemanusiaan untuk korban Merapi. Ketika Prita Mulya Sari ditahan akibat tuduhan pencemaran nama baik oleh rumah sakit Omni Internasional, kasus ini kemudian menjadi perbincangan hangat dan serius di berbagai situs jejaring online, media elektronik maupun cetak. Twitter dan Facebook yang merupakan situs jejaring social terbesar penggunanya di Indonesia, begitu ramai membicarakan kasus ini.Dari sinilah kemudian lahir gerakan solidaritas untuk Prita dengan melakukan kumpul koin guna membantu meringankan denda yang harus dibayarnya.
Ruma Maida, film produksi 2010 berdurasi 90 menit. Kisahnya tentang seorang gadis kikuk bernama Maida.Sudah dua tahun ia mengelola sekolah bagi anak jalanan di sebuah bangunan tua yang terbengkalai. Disulapnya sisi dalam bangunan rongsok itu bagai istana putri salju dan para kurcaci. Meja dan bangku dibuat dari sisa kayu. Perlengkapan kelas dibuat bersama dari barang bekas.
Pada suatu hari, seorang pengusaha membeli kavling itu dan hendak mengubahnya menjadi sentra bisnis. Maida dan sekolah liarnya terancam terusir. Ia berjuang keras untuk mempertahankan istananya. Dalam perjuangannya, Maida justru menyibak misteri dan sejarah bangunan tua tersebut. Bangunan itu pernah menjadi saksi atas kisah cinta yang syahdu dan tragis antara dua insan dengan latar pergerakan kebangsaan dan kemerdekaan Indonesia. [Rezky Saleh]
Sorry, the comment form is closed at this time.