31 Mei Perkenalan dengan Komputer sebagai Tonggak Sejarah
Masdin seorang penerjemah lepas berbagi cerita tentang tekad kuat belajar komputer dan internet. Pengalamannya membuka usaha bermodalkan dua buah PC berprosesor Pentium II hingga migrasi oparting system sungguh menarik untuk disimak. Ikutilah
Dengan didorong oleh rasa penasaran dan ingin tahu, hari itu kuputuskan untuk berangkat ke Makassar dari sebuah dusun terpencil tempat tinggalku di Palopo. Adalah “komputer” yang selama ini membuatku penasaran setelah mendengar cerita dari salah seorang kakakku yang kuliah di Jurusan Teknik Elektro, Universitas Hasanuddin Makassar. Dia bilang komputer adalah sebuah alat yang sangat canggih, “kamu bisa mengetik tanpa mesin ketik, sambil kamu dengar musik atau main game.”, begitu katanya. Saat itu saya duduk di kelas tiga SMP tahun 1998 dan sama sekali belum ada gambaran tentang benda yang disebut komputer ini. Waktu itu komputer masih sangat langka, bahkan orang tua kami belum mampu membelikan komputer untuk kakak yang kuliah di Unhas. Untungnya kakak punya teman dekat yang punya komputer, seorang mahasiswa STMIK Dipanegara.
Setibanya di Makassar, kakak mengantar saya ke rumah temannya itu di BTP untuk memperkenalkan dan mengajari saya tentang komputer dan cara mengoperasikannya. Pertama kali melihat penampakan komputer saya pikir ternyata dia mirip dengan televisi (hanya lihat monitornya yang masih monitor analog). Kakak saya kemudian menunjukkan bagian-bagian komputer yang lain dan menjelaskan fungsinya masing-masing. Dia juga menjelaskan sedikit tentang hardware dan mengatakan bahwa komputer yang sedang ada di hadapan kami itu menggunakan prosesor Pentium II. Setelah menyalakan layar monitor dan menekan tombol power di CPU muncullah beberapa tulisan hitam putih yang diikuti dengan logo bertuliskan “microsoft Windows 98″. Program aplikasi yang pertama kali saya buka adalah Microsoft Word (Office 98) dan saya diajari beberapa fungsi dasar seperti bold, italic, underline, cara mengubah ukuran font, membuat garis, tabel, word art, dan lain-lain.
Ternyata tidak terlalu sulit untuk dapat mengoperasikan komputer dan beberapa program aplikasi utama. Setelah beberapa hari rutin belajar akhirnya saya sudah dapat mengoperasikan komputer dengan baik. Sebelum balik ke kampung kakak saya menawari sesuatu yang katanya lebih canggih lagi dari apa yang sudah saya pelajari beberapa hari ini, namanya “internet”. Dia bilang dengan internet kamu bisa kirim surat kemana saja dan akan sampai hanya dalam hitungan detik. Wah, saya benar-benar terkesima mendengarnya. Dia juga menambahkan, dengan internet kamu bisa berkomunikasi dengan orang di seluruh dunia, kamu bisa baca berita tanpa harus beli koran, dan seterusnya. Saya benar-benar penasaran dibuatnya. Sehari sebelum balik ke kampung dia menemani saya ke sebuah warnet yang masih bisa dihitung jari jumlahnya kala itu. Warnet tersebut terletak di Jl. Gunung Bawakaraeng dan tarifnya Rp.10.000/jam. Situs internet yang pertama kali saya lihat adalah www.yahoo.com. Saya kemudian belajar membuat e-mail dan mengirim surat lewat e-mail. Sekitar 1 jam di warnet saya merasa sudah mengerti tentang internet, tapi hanya sebatas mengirim e-mail dan membuka situs (browsing). Keesokan harinya saya sudah harus balik ke kampung dan tentunya selama di kampung saya tidak dapat berkomputer apalagi berinternet.
Lulus di Universitas Hasanuddin membawaku kembali ke Makassar tiga tahun kemudian. Saya ingat sekali waktu itu, saya tiba di Makassar subuh hari dan tempat yang pertama kudatangi sesuai yang ditunjukkan kakakku adalah tempat pengetikan dan warnet yang terletak di depan Pintu Satu Unhas. Tempat ini merupakan usaha bersama yang didirikan oleh kakak dan beberapa temannya. Ada beberapa PC di sana, rata-rata menggunakan processor Pentium II dengan sistem operasi Windows 98. Saya memilih tinggal di tempat ini karena selain lokasi kampus yang sangat dekat saya juga punya banyak waktu dan kesempatan untuk lebih mendalami tentang komputer dan internet. Di tempat inilah saya belajar banyak tentang hardware dan troubleshooting masalah-masalah komputer. Sayapun semakin mahir menggunakan program-program aplikasi standar seperti MS-Office. Di pertengahan 2004, usaha pengetikan dan warnet itu gulung tikar karena manajemen yang buruk. Dua buah PC dari warnet tersebut menjadi milik kakak dan diberikannya kepadaku. Bermodalkan dua komputer Pentium II tersebut saya pun membuka usaha pengetikan sendiri.
Di awal tahun 2007, saya mulai tercerahkan soal asal-usul sistem operasi komputer dan saat itu saya mulai merasa tidak nyaman menggunakan sistem operasi Windows bajakan. Di satu sisi saya ingin menggunakan software Windows yang asli, tetapi di sisi lain harganya yang sangat mahal membuat saya harus berpikir dua kali. Bersamaan dengan itu, seorang teman mengenalkan sistem operasi Linux yang free license. Setelah mengumpulkan banyak informasi dan browsing sana-sini akhirnya saya memutuskan untuk bermigrasi total ke Linux dan meninggalkan Windows. Pada awalnya banyak kendala yang saya temui dengan Linux, khususnya yang berhubungan dengan setting hardware dan program aplikasi. Tetapi dengan bantuan sejumlah komunitas yang tertarik dengan Open Source di Makassar seperti LUGU (Linux User Group Ujung Pandang) dan C-MOS (Community of Makassar Open Source), proses migrasi saya pun berjalan mulus dan tetap menggunakan Linux sampai sekarang. Distro Linux yang pertama kali saya install adalah Vector Linux Soho 5.0 yang berbasis Slackware, kemudian berpindah ke PCLinuxOS 2007, dan terakhir Ubuntu sampai sekarang.
Perkenalan pertama saya dengan teknologi komputer ini telah menjadi sebuah tonggak sejarah dalam hidup dan karir saya. Bahkan sekarang ini, komputer dan internet telah menjadi ruh bagi pekerjaan sehari-hari saya sebagai seorang penerjemah lepas.
[masdin]
No Comments